Jakarta – Amerika Serikat (AS) memutuskan untuk memberikan lampu hijau kepada jasa keuangan untuk diizinkan untuk memproses pengiriman uang secara pribadi ke Afghanistan. Langkah ini diambil untuk mengantisipasi krisis ekonomi setelah sebelumnya aliran dana dari luar negeri ke negara itu diblokir pasca Taliban berkuasa.
Juru bicara Departemen Keuangan AS mengatakan pada hari Kamis (2/9/2021) bahwa ini juga merupakan tindakan yang diambil demi menyalurkan bantuan kemanusiaan ke negara itu.
Menurut data dari Bank Dunia, aliran dana dari luar negeri sangatlah krusial bagi Afghanistan. Biasanya, sebagian besar transfer uang yang dikirim ke Afghanistan berasal dari pekerja migran yang bekerja di Iran, Arab Saudi, Inggris, Jerman, dan AS.
“Banyak orang Afghanistan sangat bergantung pada pembayaran dari pekerja migran di luar negeri. Jumlah pengiriman uang diperkirakan mencapai $789 juta pada tahun 2020, atau lebih dari 4% dari produk domestik bruto Afghanistan,” menurut data Bank Dunia dikutip Reuters.
Sejak Kabul jatuh ke tangan Taliban, pengiriman uang ke negara itu juga terhenti. Dua perusahaan yang biasa digunakan untuk mengirim uang, Western Union dan MoneyGram, telah menghentikan transaksi dengan Afghanistan. Hawalas, jaringan perdagangan uang orang-ke-orang yang berusia berabad-abad, juga dilaporkan hampir berhenti.
Dengan adanya kebijakan ini, Western Union mengatakan telah mengembalikan lagi layanannya ke Afganistan. Mereka menyebut bahwa langkah ini dilakukan sejalan dengan misi AS untuk membantu perekonomian warga Afganistan.
“Keputusan itu sejalan dengan dorongan AS untuk mengizinkan kegiatan kemanusiaan berlanjut,” ujar perusahaan itu.
Sebelumnya beberapa lembaga keuangan dunia memutuskan untuk menghentikan aliran dana ke negara yang saat ini dikuasai Taliban itu. Terbaru, IMF mengambil langkah ini untuk memastikan Taliban tidak akan mendapatkan dana yang diperuntukkan bagi negara itu.
Penghentian ini pun membuat pegawai pemerintah tidak dibayar, bank tidak buka, serta perdagangan sehari-hari yang kesulitan. Ini membuat Afghanistan terancam krisis ekonomi baru.
Afghanistan sendiri sebenarnya memiliki aset likuid yang cukup besar. Mantan gubernur bank sentral Afghanistan Ajmal Ahmady mengatakan bahwa Da Afghanistan Bank (DAB) memiliki cadangan sekitar US$ 9 miliar (Rp 129 triliun) dengan sebagian dana itu berada di luar negeri dan di luar jangkauan Taliban.
[Dexpert.co.id]
(dru)