Jakarta – Kementerian Kesehatan telah memperingatkan masyarakat terjadinya gelombang ketiga Covid-19 pada Desember 2021, meski saat ini kasus baru di RI semakin melandai. Pasalnya, saat ini beberapa negara lain tengah mengalami gelombang baru Covid-19 meski vaksinasi secara masif terus dilakukan.
Ahli Virologi Universitas Udayana Profesor I Gusti Ngurah Kade Mahardika menjelaskan alasan Covid-19 terjadi secara bergelombang, yakni karena karakteristik virus itu sendiri. Tanpa adanya intervensi dari pemerintah dalam penanganan pandemi maka polanya pasti bergelombang. Sehingga jika tidak ada intervensi, waktu tercepat pandemi berlangsung selama tiga tahun.
“Tapi teknologi membuat vaksin cepat tersedia, mudah-mudahan di awal 2022 kita bisa mengatakan virus ini ada di sekitar kita namun dampak pandemi bisa diminimalisir. Gelombang ketiga akan terjadi,” kata Mahardika, Kamis (30/9/2021).
Dia memproyeksikan gelombang ketiga di RI bisa terjadi pada Desember 2021, dan Januari, Februari, dan Maret 2022. Menurut Mahardika, polanya sama seperti tahun lalu ketika ada lonjakan kasus pada Juli, seperti yang baru saja terjadi di 2021.
“Patternya kemudian terbentuk, maka saya prediksi dalam pengertian lonjakan kasus akan terjadi Desember, dan awal 2022 di Januari, Februari, dan Maret,” kata dia.
Meski ada potensi terjadi gelombang penularan lagi, menurutnya negara yang vaksinasinya di atas 60% maka jumlah orang yang masuk ke rumah sakit sangat rendah, begitu juga jumlah orang yang meninggal karena Covid-19.
“Di Singapura juga mengalami lonjakan kasus tapi jumlah org yang meninggal sedikit. Yang aneh hanya 2 negara, yakni Malaysia dan Rusia. Dua negara ini kasusnya meningkat luar biasa dan jumlah orang meninggalnya juga meningkat meski sekarang sudah mereda,” kata dia.
Mahardika mengingatkan secara umum vaksin sudah terlihat mampu menekan jumlah orang yang masuk rumah sakit, tapi tidak mencegah transmisi atau penularan virus di komunitas. Selain itu, dia mengharapkan target vaksinasi bisa menjadi 100% alih-alih 70% dari total penduduk, untuk mencegah gejala berat dan menekan kasus kematian.
“Kita tidak boleh diam di 70%, tapi nanti 30%mereka yang tidak divaksin bisa berisiko kena penyakit berat,” kata dia.
Sementara itu, Ketua POKJA Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dr Erlina Burhan mengatakan terbuka potensi gelombang ketiga dan harus dilakukan pencegahannya. Pasalnya, Indonesia baru saja melewati gelombang kedua dengan lonjakan kasus dan situasi yang mengkhawatirkan, sehingga lonjakan ketiga seharusnya dapat diantisipasi.
“Kita sebagai negara yang sudah cukup panjang perjalanannya terutama setelah gelombang kedua kemarin yang mengerikan. Kita harus berusaha mengantisipasi agar tidak terjadi gelombang ketiga, karena masih terlalu dini mengatakan pasti terjadi gelombang ketiga,” kata Erlina.
[Dexpert.co.id]
(rah/rah)