Jakarta – Covid-19 ternyata bukan ancaman terbesar bagi masyarakat. Ada yang lebih mengerikan dari pandemi itu sendiri, yaitu perubahan iklim.
Bahkan ancaman ini juga sempat disebutkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Dia mengatakan untuk tidak menganggap remeh soal perubaha iklim dan menambahkan masalah itu nyata serta sudah dirasakan di berbagai belahan dunia.
“Sebelum 2045 kita akan menghadapi 2030 climate change yang menghasilkan Paris Agreement, semua negara melakukan komitmen untuk mengurangi CO2 karena dunia ini sudah menghangat,” ungkap Sri Mulyani dalam webinar CSIS Agustus lalu.
“Banjir yang tidak pernah terjadi, terjadi. Di Jerman sampai terjadi banyak sekali korban. Kebakaran hutan, kekeringan, ada juga turunnya es atau salju di berbagai daerah yang belum menghadapi ini jadi climate change is real karena dunia sudah menghangat di atas 1%. Kita menghindari untuk menghangat.”
Bahkan Indonesia membutuhkan uang tak sedikit untuk mengatasi masalah ini, berkisar Rp 3.700 Triliun hingga 2030 mendatang. “Salah satu hitungan adalah Rp 3.461 triliun sampai 2030 dan bahkan sekarang angka itu direvisi menjadi Rp 3.779 triliun, lebih tinggi lagi,” jelasnya.
Seperti yang dikatakan Sri Mulyani, sejumlah bukti memang menunjukkan ada ancaman perubahan iklim. Misalnya di Yunani dan Kanada yang diserang hawa panas.
Lalu apa saja bukti ancaman perubahan iklim? Simak daftarnya, dikutip dari AFP, Senin (4/10/2021):
– Mediterania Terbakar
Yunani diserang gelombang panas dan disebut sebagai yang terburuk dalam beberapa dekade. Kejadian itu bahkan menyebabkan kebakaran hutan hampir 100 ribu hektar.
Kebakaran musim panas menewaskan 80 orang di Algeria dan Turki. Italia dan Spanyol juga terdampak dengan api yang tidak bisa dikendalikan.
Para ilmuwan menyebut wilayah Mediterania sebagai titik panas dan akan datang perubahan iklim yang lebih buruk lagi.
– Kubah Panas di Kanada
Pada akhir Juni lalu, di Kanada terasa udara sangat panas dengan suhu tinggi atau ‘kubah panas’. Kejadian ini berkelanjutan di sebagian besar Kanada bagian barat dan menyeberang hingga Amerika Serikat bagian barat laut.
Pada 30 Juni 2021, warga British Columbia kota Lytton melaporkan suhu mencapai 49,6 derajat celcius dan menjadi rekor nasional.
Berselang beberapa hari kemudian, sebagian besar kota hancur oleh kebakaran hutan. Konsorsium sains World Weather Attribution (WWA), menyebut cuaca panas ekstrem ‘hampir tidak mungkin’ tanpa perubahan iklim yang dibuat oleh manusia.
– Hanyutnya kota-kota di Eropa
Sejumlah wilayah di Eropa diterjang banjir besar. Salah satunya pada Juli lalu, banjir terburuk di Jerman menewaskan 165 orang.
Banjir tersebut terjadi setelah hujan deras melanda Jerman. begitu pula di Swiss, Luxemburg, Belanda, Austria dan Belgia. Terdapat 31 orang yang meninggal atas kejadian tersebut.
WWA mengatakan iklim yang panas menyebabkan kemungkinan curah hujan dua hari menjadi ekstrem menyebabkan banjir sekitar 20%. Para ilmuwan menambahkan tiap derajat pemanasan Bumi makan atmosfer bisa menahan 7% lebih kelembaban.
– Kereta Bawah Tanah China Tenggelam
Pada Juli lalu, kota Zhengzhou diterjang banjir dari hujan selama tiga hari. Kejadian ini menyebabkan banyak orang terjebak di terowongan jalan dan sistem kereta bawah tanah. dilaporkan 300 orang tewas akibat kejadian ini.
– Banjir di Australia
Pada Maret 2021, hujan deras mengguyur Australia bagian timur dan menyebabkan banjir terburuk selama beberapa dasawarsa. Ini juga membuat ribuan masyarakat mengungsi.
Banjir tersebut berbeda satu tahun setelah kawasan mengalami kekeringan ekstrem dan kebakaran hutan. Hujan selama berhari-hari di wilayah itu menyebabkan naiknya air sungai ke tingkat tertinggi dalam tiga dekade terakhir.
– Suhu Dingin Ekstrem di Perancis
Pada musim semi, Perancis masih harus merasakan hawa dingin ekstrem saat suhu turun. Bahkan memusnahkan sepertiga panen anggur di negara itu dan kerusakan hingga dua miliar euro.
– Badai Ida Mematikan di AS
Akhir Agustus lalu, Badai Ida menelan banyak korban dan kehancuran dari Louisianan seluruh wilayah timur laut Amerika Serikat (AS). Ada 100 orang tewas dan kerusakan mencapai US$100 miliar.
AS harus merasakan empat dari enam badai paling besar termasuk badai Ida. Semuanya terjadi hanya dalam lima tahun terakhir, berdasarkan laporan National Oceanic and Atmospheric Administration AS.
– Belalang di Afrika Timur
Cuaca ekstrem, termasuk curah hujan tinggi, menjadi penyebab hadirnya miliaran belalang di wilayah Afrika Timur pada Januari 2020. Hal itu membuat kawasan terancam krisis pangan.
– Banjir Besar Somalia
Pada Oktober 2019, Somalia diguyur hujan deras dan membuat puluhan ribu warga mengungsi. Selain itu juga menyebabkan seluruh kota di Sudah Selatan tenggelam.
Ada puluhan orang yang tewas dari banjir bandang. Serta Kenya, Ethiopia, dan Tanzania mengalami tanah longsor. Fenomena iklim di Samudera Hindira lebih kuat dari yang pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir dengan menyebabkan hujan yang merusak serta banjir di seluruh Afrika Timur.
– Kekeringan Ekstrem di Amerika
Wilayah Amerika bagian barat terus mengalami kekeringan parah dan disebut paling ekstrem selama 500 tahun. Laporan penelitian dari jurnal Science mengatakan musim kemarau yang diperparah dengan adanya pemanasan global bisa berlanjut dalam beberapa dekade ke depan.
[Dexpert.co.id]
(Update dari:CNBC.com )