Jakarta – Amerika Serikat (AS) mencatatkan pengeluaran luar biasa dalam membayar kejahatan ransomware. Selama paruh pertama 2021, berdasarkan data terbaru pada 15 Oktober 2021 AS membayar hingga US$590 juta atau Rp 8,3 triliun.
Jumlah itu ternyata jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Laporan Departemen Keuangan AS mencatat ada lonjakan 42% dibandingkan yang dilaporkan sepanjang 2020.
“Jika tren berlanjut, (laporan) yang diajukan 2021 memproyeksikan tahun 2021 memiliki nilai transaksi terkait ransomware lebih tinggi dari (laporan) yang diajukan dalam total 10 tahun sebelumnya,” ungkap Departemen Keuangan, dikutip AFP, Senin (18/10/2021).
Terdapat cara kejahatan terkait malware di AS. Yakni membobol jaringan entitas dan mengenkripsi datanya, lalu menuntut uang tebusan yang biasanya menggunakan cryptocurrency.
Washington mulai berusaha keras melakukan penindakan dengan adanya peningkatan tajam dalam serangan. Termasuk menjatuhkan sanksi pertama pada bursa online dimana operator gelap diduga melakukan penukaran cryptocurrency dengan yang tunai.
Beberapa kasus serangan malware adalah pipa minyak utama di AS, perusahaan pengepakan daging, serta sistem email Microsoft Exchange.
Departemen Keuangan menambahkan tren kenaikan itu bisa mencerminkan peningkatan pada seluruh insiden termasuk ransomware. “Tren ini berpotensi mencerminkan peningkatan prevalensi keseluruhan insiden mengenai ransomware termasuk peningkatan deteksi dan pelaporan,” kata lembaga itu.
Sementara itu, AS baru saja menggelar acara untuk memerangi virus ransomware secara internasional. Acara tersebut mengundang perwakilan 30 negara, namun tak ada nama Rusia dalam undangan tersebut.
Rusia memang kerap dituding ada di balik serangan siber. Beberapa negara yang diikuti adalah Inggris, Australia, India, Jepang, Perancis, Jerman, Korea Selatan, Uni Eropa, Israel, Kenya dan Mexico.
Seorang sumber tak menjelaskan mengapa Rusia tak diajak dalam acara itu. Namun dia menambahkan ada sejumlah alasan Rusia tak diundang. Pejabat tersebut juga mengatakan membangun pemerintah AS komunikasi dalam kanal terpisah dengan pemerintah Rusia.
[Dexpert.co.id]
(Update dari:CNBC.com )