Jakarta – Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan bank sentral saat ini berupaya untuk mengintegrasikan keuangan ekonomi digital nasional. Oleh karena itu, akselerasi central bank digital currency (DBDC) atau rupiah digital akan dipercepat.
Perry menjelaskan di masa pandemi Covid-19 saat ini, mobilitas masyarakat terbatas, sehingga banyak kebutuhan transaksi keuangan ekonomi secara digital menjadi game changer.
Digitalisasi ekonomi juga, kata Perry sekaligus salah satu sektor yang bisa mendukung pemulihan ekonomi.
“Central bank digital currency adalah aspek baru. Bank Sentral perlu mempercepat bergabung bersama untuk merumuskan. Karena mata uang digital sangat menjanjikan,” jelas Perry dalam Konferensi Internasional Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan ke 15, Kamis (2/9/2021).
Pasalnya, lanjut Perry saat ini dalam menuju pemulihan ekonomi nasional, transaksi keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi menghadapi sejumlah tantangan.
Tantangan yang sedang dihadapi saat ini di antaranya adalah inklusi keuangan. Inklusi perlu untuk dilakukan untuk mendorong dan membantu pemulihan ekonomi dampak pandemi. Tantangan keempat soal keuangan dan ekonomi yang berkelanjutan atau green economic.
Perry sadar meskipun pandemi Covid-19 memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia dan dunia.
BI pernah menyampaikan bahwa ada tiga persyaratan yang perlu dipersiapkan dalam meluncurkan CBDC. Pertama, desain digital rupiah menjadi alat pembayaran sah. Namun, pada tahap ini masih dalam kajian.
Syarat kedua, yakni infrastruktur pasar uang dan sistem pembayaran, agar bisa menuangkan digital currency. Pasalnya digital currency nanti memerlukan infrastruktur pasar uang dan sistem pembayaran yang terintegrasi.
Ketiga, adalah pilihan teknologinya. Menurut Perry ada berbagai macam pilihan nantinya, apakah menggunakan blockchain, DLT (Distributed Ledger Technology), atau menggunakan stable coin.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengungkapkan saat ini rupiah digital masih dimatangkan agar implementasinya sesuai yang diharapkan.
Beberapa negara lain memang tengah gencar dalam menghadirkan mata uang digital seiring dengan pesatnya perkembangan kripto. Namun Indonesia, kata Erwin harus dilakukan bertahap.
“CBDC belum menjadi bagian di dalam working group blue print pengembangan pasar uang dan sistem pembayaran. Karena CBDC juga menyangkut platform teknologi dan sebagainya,” jelas Erwin.
“Saat ini belum punya urgensi untuk menerbitkan CBDC. Di beberapa negara (sudah berjalan), karena referensi penduduknya dalam memegang cash rendah. Di Indonesia urgensinya belum sebesar negara-negara itu. Konsep CBDC baru berkembang beberapa wacana,” kata Erwin melanjutkan.
[Dexpert.co.id]
(Update dari:CNBC.com )