Cerita penuh cinta dan pengorbanan datang dari kampung Cimerang, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Di sebuah gubuk berdinding papan tua tanpa aliran listrik, Komariah bertahan dengan getirnya hidup yang ia jalani di usia senja dan merawat putri semata wayangnya, Imas yang alami gangguan jiwa.
Menggantungkan hidup dari hasil tani yang tak menentu sering kali membuat Komariah perlu bersusah payah. Tak peduli jika harus tak makan sehari, bahkan seminggu pun dengan lapang dada Komariah jalani, asalkan perut anaknya bisa terisi.
“Emak engga makan, asalkan anak Emak bisa makan. Sehari-hari Emak nggak makan nggak apa-apa, yang penting anak ini aja, atau hanya minum air dan puasa. Emak puasa kalau tidak apa-apa pernah sampai seminggu. Sekalinya ada singkong, singkong dicabut lalu direbus, diparut, dikukus lalu dibuat nasi” ujar Komariah kepada tim berbuatbaik.id.
Imas yang kini berusia 42 tahun sering kali kehilangan kendali hingga memukul, melempar bahkan melakukan hal-hal berbahaya bagi dirinya maupun orang lain, bahkan ibunya. Imas diduga mengalami tekanan batin yang akhirnya membuatnya memiliki gangguan jiwa.
“Biasa suka mengumpulkan sampah lalu dimasukkan ke sini (ke dalam bajunya). Tidak tau, sudah begitu penyakitnya saat punya suami. Hanya bertahan setahun lalu cerai,” jelas Komariah
Oleh karena itu, untuk menghindari hal buruk, Imas terpaksa dipasung di rumah agar Komariah mampu bekerja, memasak atau mengambil air keluar rumah. Meski dengan hati teriris, Komariah tidak memiliki pilihan lain. Ia harus tetap berjuang demi melanjutkan hidup sehari-hari ia dan putrinya.
Rumah gubuk papan yang mereka tinggali sekarang pun begitu memprihatinkan. Bocor di sana sini yang hanya ditambal sementara. Bahkan untuk kebutuhan dasar seperti kamar mandi pun sangat jauh dari kata layak karena hanya berupa ruang kecil yang dibuat semi tertutup di depan rumahnya. Belum lagi binatang-binatang liar yang masuk ke dalam hunian mereka.
“Iya, sedang tidur juga pernah biawak lewat. Panjang ada 2 meteran,” kisahnya.
Karena ketiadaan listrik dan biaya, Komariah tidak memiliki pompa air di rumah. Untuk mencukupi kebutuhan airnya untuk mandi, masak dan mencuci Komariah harus bolak balik 10-15 kali ke rumah tetangganya yang berjarak sekitar 300 m dari rumahnya.
Bersyukur, air tersebut bisa ia dapatkan secara cuma-cuma dari tetangganya. Setiap pagi, Komariah harus bergegas berangkat untuk mengambil air karena air rutin berhenti mengalir setiap pukul 11 siang. Terkadang, Imas juga turut membantu sang ibu untuk mengambil air.
Sahabat Baik, mari ulurkan tanganmu untuk bantu menguatkan bahu Komariah dan Imas. Mereka memang hanya tinggal berdua, namun mari kita tunjukkan bahwasannya; mereka tidak sendiri.
Kamu bisa berbuat baik dengan Donasi untuk Komariah dan Imas di berbuatbaik.id. Seluruh dana yang masuk akan 100% kami salurkan hingga sampai ke penerima tanpa potongan sepeserpun.
Bagi #sahabatbaik yang sudah mengikuti campaign donasi akan mendapatkan notifikasi yang memuat informasi terkini dari para penerima donasi. Selain itu, kamu yang memiliki komunitas juga dapat mendaftarkan komunitasmu untuk memberikan bantuan kepada para penerima donasi.
Yuk jadi #sahabatbaik dengan mulai #berbuatbaik dari sekarang!
Artikel Selanjutnya
Jatuh Bangun Kuli Panggul Kayu Sembuhkan Anak Hidrosefalus
(Sumber: CNBC.com )