Jakarta, Dexpert.co.id – Indonesia akan segera menyambut bulan puasa. Sejumlah lembaga pun telah memberikan prediksi kapan 1 Ramadan 1445 Hijiah dimulai.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memprakirakan 1 Ramadan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024. Prakiraan tersebut berdasarkan kriteria baru 1 Ramadan yang disepakati pada 2021.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa BRIN Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) telah menyepakati kriteria baru penentuan Ramadan.
Berdasarkan hasil kesepakatan 2021, kriteria hilal berubah menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan surat bersama ad referendum pada 2021 terkait penggunaan kriteria baru MABIMS di Indonesia mulai tahun 2022.
“Akhir bulan Sya’ban 1445 H atau 10 Maret 2024, tinggi Bulan di Indonesia kurang dari 1 derajat. Di Pulau Jawa, seperti Jakarta 1,7 derajat yang mana ini belum memenuhi kriteria MABIMS,” kata Djamal saat berbicara tentang ‘Kriteria Baru MABIMS dalam Penentuan Awal Ramadan’ di Gedung BJ Habibie BRIN, Jakarta Pusat, dikutip dari detik, Minggu (10/3/2024).
Ia menjelaskan prakiraan ini berarti bakal ada perbedaan dalam hal awal Ramadan di Indonesia. Namun, ia menegaskan perbedaan bukan disebabkan oleh perbedaan metode.
Dalam menentukan awal Ramadan, ada metode rukyatul Hilal (pengamatan) dan metode hisab (perhitungan). Kedua metode ini kerap disebut sebagai penyebab perbedaan padahal tidak sama sekali.
“Hisab dan rukyat digunakan dalam penentuan awal Ramadan. Ketika terjadi perbedaan kemudian, oh ini karena ada ormas yang menggunakan hisab ada ormas yang menggunakan rukyat, sesungguhnya tidak. Dalam astronomi, hisab dan rukyat sejalan atau setara sehingga bisa dipertemukan. Salah satunya tidak lebih umum dibandingkan yang lain,” jelas Djamal.
Djamal menjelaskan perbedaan secara umum perbedaan disebabkan banyak faktor. Namun akar masalahnya adalah karena perbedaan kriteria. Menurutnya, ada tiga hal yang diperlukan untuk sistem kalender yang mapan.
“Kalender itu mensyaratkan tiga hal, apapun kalendernya, kalender Masehi, kalender Jawa, Hindu, dan lain-lain, mensyaratkan tiga hal supaya menjadi kalender yang mapan dan bisa disepakati bersama: ada kriteria tunggal yang disepakati, ada batas wilayah yang disepakati, ada otoritas tunggal yang mengaturnya,” sebutnya.
Proyeksi BMKG
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) turut menyampaikan informasi data-data Hilal (hasil Hisab) saat Matahari terbenam, yang dapat digunakan dalam pelaksanaan Rukyat (Observasi) Hilal.
Berikut selengkapnya hasil analisis BMKG terkait perkiraan Hilal awal Ramadan 2024.
Waktu Konjungsi (Ijtima’) dan Terbenam Matahari
Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau ijtima’ adalah peristiwa ketika bujur ekliptika. Bulan sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi.
Peristiwa ini akan kembali terjadi pada hari Ahad, 10 Maret 2024 M, pukul 09.00.18 UT atau pukul 16.00.18 WIB atau pukul 17.00.18 WITA atau pukul 18.00.18 WIT, yaitu saat nilai bujur ekliptika Matahari dan Bulan tepat sama 350,280 derajat.
Secara astronomis pelaksanaan rukyat Hilal penentu awal bulan Ramadan 1445 H bagi yang menerapkan rukyat dalam penentuannya adalah setelah Matahari terbenam tanggal 10 bagi yang di tempatnya konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam, dan 11 Maret 2024 bagi yang konjungsinya terjadi setelah Matahari terbenam.
Sementara bagi yang menerapkan hisab dalam penentuan awal Ramadan 1445 H, perlu diperhitungkan kriteria-kriteria hisab saat Matahari terbenam tanggal 10 dan 11 Maret 2024.
Objek Astronomis Lainnya yang Berpotensi Mengacaukan Rukyat Hilal
Dalam perencanaan rukyat Hilal, perlu diperkirakan juga objek-objek astronomis selain Hilal dan Matahari yang posisinya berdekatan dengan Bulan dan sinarnya tidak berbeda jauh dengan Hilal atau lebih terang daripada Hilal. Objek astronomis ini dapat berupa planet, misalnya Venus, Merkurius, atau bintang terang seperti Sirius. Serta adanya objek astronomis lainnya ini berpotensi menjadikan pengamat menganggapnya sebagai Hilal.
Menurut BMKG, pada 10 Maret 2024, Bulan terbenam lebih dahulu dari Matahari terbenam, sehingga data objek astronomis lainnya tidak diperlukan lagi.
Adapun pada tanggal 11 Maret 2024, dari sejak Matahari terbenam hingga Bulan terbenam ada objek astronomis lainnya yang jarak sudutnya lebih kecil daripada 5 derajat dari Bulan, yaitu Merkurius.