Daftar Isi
JakartaDexpert.co.id – Ahli menemukan makin banyak remaja yang mengalami pubertas dini. Apa yang dimaksud pubertas dini dan apa penyebabnya?
Rata-rata, anak perempuan mengalami pubertas pada usia 11 tahun, sementara anak laki-laki mulai pada usia 12 tahun.
Namun, jika anak perempuan memasuki masa pubertas pada usia 7 tahun atau lebih muda, atau jika anak laki-laki mulai pada usia 8 tahun atau lebih muda, mereka dapat didiagnosis mengalami pubertas dini. Kondisi tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang seperti obesitas, diabetes, masalah kesehatan mental, dan kanker payudara.
Melansir Euro News, anak-anak perempuan yang mengalami pubertas lebih awal bisa disebabkan karena faktor lingkungan, gaya hidup, dan metabolisme.
Ketika dokter pertama kali mengidentifikasi pergeseran ke arah pubertas dini di kalangan remaja Amerika pada tahun 1990-an, mereka tidak melihat tren yang sama di kalangan anak-anak Eropa. Para peneliti mengaitkannya dengan epidemi obesitas AS.
Namun sejak awal tahun 2000-an dan seterusnya, segalanya berubah. Dari Denmark hingga Italia dan seterusnya, lebih banyak anak-anak Eropa yang mulai mengalami pubertas lebih awal.
Secara global, usia ketika anak perempuan mulai tumbuh payudara atau penanda pubertas utama telah menurun sekitar tiga bulan per dekade pada tahun 1977 hingga 2013. Dan tren menuju pubertas dini tampaknya tidak melambat dalam dekade terakhir.
Dr. Anders Juul, ahli endokrinologi pediatrik di Rumah Sakit Universitas Kopenhagen dan pakar terkemuka tentang perubahan pubertas di seluruh dunia, menemukan sejumlah alasan di balik fenomena ini.
Obesitas
Para peneliti masih percaya bahwa nutrisi dan obesitas dapat menyebabkan pubertas dini karena kelebihan lemak terkait dengan peningkatan kadar leptin, hormon yang memberi sinyal bahwa tubuh siap untuk memulai pubertas.
Proses tersebut memengaruhi anak perempuan dan laki-laki secara berbeda, yang dapat membantu menjelaskan mengapa pubertas cenderung dimulai lebih awal pada anak perempuan yang mengalami obesitas dan lebih lambat pada anak laki-laki yang mengalami obesitas.
Namun, dalam studi awal di Denmark yang dilakukan dengan selang waktu 15 tahun, tidak ada perbedaan signifikan dalam indeks massa tubuh (IMT) antara kelompok pertama dan kedua anak perempuan, yang rata-rata mengalami pubertas setahun lebih awal.
“Kami tidak berpikir bahwa peningkatan IMT dapat menjadi penyebabnya,” kata Ingvild Halsør Forthun, seorang peneliti PhD di Universitas Bergen di Norwegia.
Paparan zat kimia
Salah satu teori terkemuka adalah bahwa paparan zat kimia pengganggu endokrin yang ditemukan dalam makanan dan produk sehari-hari dapat memicu pubertas lebih awal.
Dalam studi global tentang waktu pubertas anak perempuan dalam beberapa dekade terakhir, tim Juul menemukan bahwa “campuran” berbagai zat kimia dapat meniru hormon dan membuat anak-anak memasuki masa pubertas di usia yang lebih muda.
Namun, baru-baru ini, bukti tentang faktor kimia tampak tidak meyakinkan dan “masih belum jelas” tentang peran senyawa ini, kata Juul.
“Ketika kami mengelompokkan anak-anak menurut [kadar] kimia, kami melihat perbedaan yang mencolok. Jika menyangkut bahan kimia yang mengganggu endokrin, saya rasa itu adalah dugaan yang sangat kuat, tetapi kami merasa sulit untuk memberikan bukti yang kuat,” ungkap Juul.
Faktor gaya hidup
Selama bulan-bulan awal pandemi COVID-19, dokter Italia memperhatikan tren yang mengkhawatirkan, yakni semakin banyak remaja wanita yang datang ke klinik endokrinologi pediatrik dengan tanda-tanda pubertas dini, seperti perkembangan jaringan payudara dini.
Dari Maret hingga September 2020, terdapat 328 rujukan untuk anak perempuan, naik dari 140 rujukan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, rujukan tersebut kembali menurun pada tahun 2022.
Para peneliti meyakini peningkatan gaya hidup yang tidak banyak bergerak dan penggunaan ponsel selama era awal pandemi mungkin terkait dengan peningkatan tersebut.
Ahli juga menduga bahwa stres yang intens selama pandemi juga dapat mendorong perubahan yang mereka lihat.
Pendorong potensial lainnya
Peneliti telah meneliti apakah stres dapat menyebabkan pubertas dini. Anak-anak dari keluarga tanpa ayah, misalnya, melaporkan tingkat pubertas dini yang lebih tinggi terlepas dari jenis kelamin mereka.
Faktor keluarga lainnya mungkin juga berperan. Anak tunggal cenderung memasuki masa pubertas lebih awal daripada anak-anak dengan saudara kandung biologis, menurut sebuah studi yang melibatkan 10.700 orang dari Universitas Aarhus di Denmark.
Para peneliti mengatakan beberapa faktor ini bisa saling tumpang tindih, tetapi masih belum jelas apakah faktor-faktor ini benar-benar menyebabkan pubertas dini atau hanya terjadi bersamaan.
Lebih jauh, anak-anak dari rumah tangga berpendapatan rendah lebih mungkin mengalami obesitas daripada teman sebayanya yang lebih kaya, yang dapat menunjukkan kombinasi faktor sosial ekonomi dan metabolisme.
(hsy/hsy)
Next Article
5 Fakta Lonjakan Covid-19 di Singapura, Warga RI Wajib Waspada