Jakarta – Bank sentral Uni Emirat Arab menyatakan pandemi Covid-10 membuka ruang bagi meningkatnya risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU) termasuk pendanaan terorisme.
Dikutip dari Channel News Asia, Bank Sentral UEA mencatat, penggunaan penyedia layanan uang tanpa izin untuk pencucian uang telah meningkat selama krisis virus corona tahun lalu serta penggunaan e-commerce untuk mencuci uang.
“Lockdown yang meluas telah mengakibatkan lonjakan signifikan dalam e-commerce. Karena keterbatasan kemampuan untuk memindahkan dana dan barang selama pandemi, pelaku ilegal beralih ke e-commerce sebagai alat pencucian uang,” tulis laporan tersebut, dikutip Minggu (19/9/2021).
Modus pencucian uang itu dilakukan oleh orang yang menerima dana terlarang ke rekening bank mereka untuk disimpan atau ditarik dan ditransfer ke tempat lain, kemudian mengambil komisi atas transaksi tersebut. Aktivitas ini terus meningkat, terutama pelaku yang berpenghasilan rendah dari Afrika dan Asia.
Bank UEA mengidentifikasi risiko penipuan yang terkait dengan pandemi seperti perusahaan atau individu yang mengajukan klaim palsu untuk memenuhi syarat untuk langkah-langkah dukungan stimulus pemerintah.
“Kami terus memantau dan mempelajari lebih lanjut tentang penyebaran COVID-19 di komunitas kami, kami baru-baru ini mengamati meningkatnya ancaman penipuan eksternal, terutama dengan penjahat dunia maya yang mengeksploitasi saluran tradisional dan digital, untuk melakukan serangan penipuan berbasis dunia maya dari jarak jauh dalam skala besar, dalam lingkungan yang berkembang pesat”, tulis laporan tersebut.
Laporan itu muncul ketika bank sentral meningkatkan upaya untuk memerangi aliran keuangan ilegal. Satuan Tugas Aksi Keuangan, pemantau anti pencucian uang antar pemerintah, mengatakan tahun lalu bahwa perbaikan mendasar dan besar diperlukan untuk menghindari menempatkan UEA pada daftar abu-abu negara-negara di bawah pengawasan yang meningkat.
[Dexpert.co.id]
(dru)