Jakarta, Dexpert.co.id – Meta mengumumkan bahwa mereka telah menghapus 2 juta akun yang terkait dengan penipuan online.
Sebagian besar akun-akun yang diblokir Meta di seluruh platformnya, berasal dari Myanmar, Laos, Uni Emirat Arab, Filipina, dan Kamboja, yang dikenal sebagai pusat operasi penipuan.
Meta adalah perusahaan induk dari platform media raksasa yaitu Facebook, Instagram, WhatsApp, dan Threads.
Komplotan kriminal ini memaksa para pekerjanya untuk terlibat dalam berbagai aktivitas penipuan, mulai dari penipuan mata uang kripto, perjudian, pinjaman, dan investasi, hingga penipuan pemerintah dan peniruan lainnya.
“Pusat-pusat penipuan ini sering kali memikat para pencari kerja yang tidak menaruh curiga dengan lowongan pekerjaan yang menjanjikan di laman lowongan kerja, forum, dan platform perekrutan lokal untuk kemudian memaksa mereka bekerja sebagai penipu online,” kata Meta dikutip dari lama resminya, Senin (25/11/2024).
“Sering kali para korban berada di bawah ancaman pelecehan fisik,” imbuhnya.
Jenis penipuan utama yang dilakukan oleh akun-akun ini adalah pig butchering (potong babi). Penipuan pig butchering merupakan skema berupa pelaku mendekati korban via media sosial atau aplikasi kencan untuk melakukan investasi yang terdengar menggiurkan. Setelah mengumpulkan uang, seringkali menggunakan mata uang kripto, yang cukup banyak dari korbannya, penipu akan kabur menghilang.
Menurut Meta, skala dan kecanggihan penipuan belum pernah terjadi sebelumnya. US Institute of Peace memperkirakan hingga 300.000 orang dipaksa untuk melakukan penipuan di seluruh dunia oleh kelompok-kelompok kriminal ini.
Adapun total US$64 miliar (Rp1.020 triliun) telah dicuri di seluruh dunia oleh para sindikat ini setiap tahunnya, terhitung pada akhir 2023.
Meta menghapus akun-akun ini dari ekosistemnya dan bermitra dengan lembaga penegak hukum di negara-negara tersebut untuk berbagi informasi intelijen guna mengganggu operasi penipuan.
“Pada awalnya, kami secara aktif terlibat dengan LSM ahli dan mitra penegak hukum di AS dan Asia Tenggara untuk lebih memahami modus operasi kelompok-kelompok kriminal ini, termasuk di tempat-tempat seperti Sihanoukville di Kamboja, yang dilaporkan sebagai sarang penipuan terkait kejahatan terorganisir Tiongkok,” jelas Meta.
Penipuan biasanya dimulai dari aplikasi kencan, pesan teks, email, media sosial, atau aplikasi perpesanan, kemudian pada berpindah ke akun yang dikendalikan oleh penipu di aplikasi kripto atau situs web penipuan yang menyamar sebagai platform investasi.
(dem/dem)
Next Article
Instagram dan Facebook Izinkan Syahid serta Mengaku Salah