Jakarta – Setelah adanya varian Delta, perhatian WHO kini tertuju pada varian baru lainnya di antaranya R.1. Varian ini, kini menyebar di Amerika Serikat (AS) selain Delta dan banyak ditemukan di panti jompo negeri itu.
Berawal dari Kentucky, varian yang masuk kategori “variants under monitoring” itu menyebar di 47 negara bagian Paman Sam. Dilansir dari Deadline, Gubernur Andy Beshear mengatakan Kentucky termasuk di antara tiga negara bagian dengan tingkat infeksi tertinggi, saat varian R.1 pertama kali diidentifikasi.
Departemen Kesehatan Masyarakat Kentucky menyatakan varian R.1 menyebar melalui 45 penghuni dan staf di panti jompo setelah anggota staf yang tidak divaksinasi. Ini memicu infeksi pada bulan Maret.
“Tingkat serangan tiga sampai empat kali lebih tinggi di antara penduduk dan [pekerja] yang tidak divaksinasi dibandingkan dengan mereka yang divaksinasi,” tulis temuan tersebut.
Meski demikian, varian ini sebenarnya tak berasal dari AS. Diketahui, R.1 ditemukan pertama kali di Jepang Januari 2021.
Ia disebut mampu melewati perlindungan antibodi yang ada pada vaksin lengkap. Varian ini terdeteksi pada salah tiga orang di satu keluarga di Jepang, yang berusia 40 tahun dan 10 tahun.
Saat ini varian ini juga terdeteksi di China, India dan Eropa bagian Barat. Per 21 September, disebut ada 10.567 kasus R.1 terdeteksi di seluruh dunia.
Dilansir dari Health, Sarjana Senior di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health’s Center for Health Security, Amesh A. Adalja mengatakan varian R.1 merupakan versi virus SARS-CoV-2 yang mengalami mutasi terkait dengan perubahan fungsi dari virus. Dengan kata lain, seperti halnya strain baru, R.1 dapat mempengaruhi orang secara berbeda dari virus versi asli.
Identifikasi strain baru menurutnya tidak selalu menyebabkan kepanikan. Adalja mengatakan kecil kemungkinan varian R.1 akan menyalip varian Delta sebagai mutasi virus SARS-Cov-2 yang paling parah atau dapat ditularkan.
[Dexpert.co.id]
(sef/sef)