Jakarta – Para pemegang aset kripto di China dan Hong Kong gelagapan untuk melindungi asetnya setelah bank sentral China, pada Jumat (24/9/2021), menerbitkan dokumen baru mengenai langkah yang keras terhadap kripto. Hal ini juga termasuk penyempurnaan sistem untuk memantau kegiatan yang berkaitan dengan kripto.
Akibat kabar ini, bitcoin turun sebanyak 6% dan ether tenggelam sebanyak 10% pada Jumat pagi waktu setempat.
PBOC dalam keterangannya menyebutkan bahwa semua transaksi terkait cryptocurrency di China adalah ilegal, termasuk layanan yang disediakan oleh bursa penukaran luar negeri.
“Layanan yang menawarkan perdagangan, pencocokan pesanan, penerbitan token, dan turunan untuk mata uang virtual semuanya dilarang keras,” menurut keterangan tersebut, dikutip dari CNBC Internasional, Sabtu (25/9/2021).
Seorang pengacara, David Lesperance menilai langkah ini diambil oleh The People’s Bank of China (PBOC) untuk membekukan aset kripto sehingga pemegangnya tidak dapat melakukan apa pun secara legal dengan aset tersebut.
“Selain tidak dapat melakukan apa pun dengan aset yang sangat fluktuatif, kecurigaan saya adalah seperti halnya Roosevelt dan emas [kebijakan Presiden Amerika Serikat Franklin Roosevelt seputar kepemilikan pribadi atas emas, yang kemudian dicabut], pemerintah China akan ‘menawarkan’ mereka di masa depan untuk mengubahnya menjadi e-yuan dengan harga pasar tetap,” kata Lesperance.
“Saya telah memprediksi ini untuk sementara waktu sebagai bagian dari langkah pemerintah China untuk menutup semua potensi persaingan dengan yuan digital yang masuk,” ungkapnya.
Dia sendiri mengakui telah menerima banyak pesan dari para pemegang kripto China yang mencari solusi tentang cara mengakses dan melindungi kepemilikan crypto mereka di valuta asing dan cold wallet.
Target utama dari aturan ini secara tidak langsung adalah platform over-the-counter seperti OKEx. Di mana platform ini memungkinkan penggunanya untuk menukar yuan dengan kripto.
Seorang juru bicara OKEx bahwa perusahaan sedang mencari berita dan akan memberi tahu CNBC setelah memutuskan langkah selanjutnya.
Lesperance mengklaim beberapa kliennya juga mengkhawatirkan keselamatan mereka.
“Mereka mengkhawatirkan diri mereka sendiri secara pribadi, karena mereka menduga bahwa pemerintah China sangat menyadari aktivitas kripto mereka sebelumnya, dan mereka tidak ingin menjadi Jack Ma berikutnya, seperti target ‘kemakmuran bersama’,” kata Lesperance, yang telah membantu klien untuk ekspatriat untuk menghindari pajak, di tengah meningkatnya tindakan keras kripto di AS.
Sebelumnya, pada 2013 China sudah terlebih dahulu memerintahkan penyedia pembayaran pihak ketiga untuk berhenti menggunakan bitcoin.
Otoritas China menghentikan penjualan bitcoin pada 2017 dan berjanji untuk terus menargetkan pertukaran kripto pada 2019. Lalu di awal tahun ini, penghapusan industri penambangan kripto China menyebabkan separuh jaringan bitcoin global menjadi gelap selama beberapa bulan.
“Pemberitahuan hari ini bukanlah hal yang baru, dan itu bukan perubahan kebijakan,” kata Boaz Sobrado, seorang analis data fintech yang berbasis di London.
Tapi kali ini, pengumuman crypto melibatkan 10 lembaga, termasuk departemen utama seperti Mahkamah Agung Rakyat, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Keamanan Publik.
Hal ini menunjukkan persatuan yang lebih besar di antara petinggi negara. Administrasi Negara Devisa juga ikut serta, yang bisa menjadi pertanda bahwa penegakan di ruang ini mungkin meningkat.
[Dexpert.co.id]
(Update dari:CNBC.com )