Jakarta – Sejak beberapa waktu terakhir, makin marak dugaan kebocoran data di Indonesia. Menurut para pengamat keamanan siber ada bahaya yang mengintai di balik kejadian-kejadian tersebut.
Pakar Keamanan Siber dari Cissrec, Pratama Persadha menyebut data-data pada yang tersebar itu bisa dimanfaatkan untuk tindak kejahatan. Beberapa diantaranya telemarketing dan telemedicine palsu.
“Data yang tersebar semuanya valid dan bisa dimanfaatkan untuk tindak kejahatan, seperti telemarketing palsu. Dalam situasi pandemi saat ini sangat berbahaya karena bisa dijadikan bahan telemedicine palsu juga, jadi sangat berbahaya,” kata Pratama kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/9/2021).
Dia menambahkan, saat masyarakat menerima SMS penipuan, SMS iklan spam, email spam atau WhatsApp spam juga merupakan penyebab yang bersumber dari kebocoran data.
“Jadi bila kita banyak menerima SMS penipuan, SMS iklan spam, email spam, bahkan WhatsApp spam, juga penipuan lewat telepon seperti mengaku dari perbankan, ini salah satu penyebabnya adalah bersumber dari kebocoran data yang ada selama ini,” jelasnya.
Dengan kejadian ini, masyarakat menjadi obyek dan sasaran empuk penipuan. Kejadian tersebut mengganggu privasi dan sangat berbahaya, menurut Pratama bisa membahayakan kehidupan individu atau bahkan kehidupan bangsa dan negara.
Salah satu contohnya, dalam kasus sertifikat vaksin, beberapa kejadian data masyarakat digunakan orang lain untuk melakukan vaksin hingga mengunduh sertifikat vaksin. “Sehingga pemilik data sesungguhnya malah tidak bisa menggunakan data pribadinya,” ungkap Pratama.
Hal serupa juga diungkap Alfons Tanujaya, pakar keamanan siber dari Vaksincom. Menurutnya kebocoran data meresahkan, sebab data sudah berubah menjadi komoditas paling berharga di dunia saat ini.
Alfons menyoroti cara pihak-pihak terkait menangani data yang kurang baik. Salah satunya bagaimana cara pemerintah menangani data masyarakat
“Jadu dulu waktu KPU data kependudukan bocor dengan cukup parah data kependudukan bocor berpotensi disalahgunakan untuk berbagai macam kegiatan kriminal. Hari ini di Indonesia sudah parah, ya kita sudah terbiasa memalsukan identitas, lalu dengan blanko KTP kosong dia bikin KTP lalu buka rekening bodong untuk menampung hasil kejahatan. Kejahatan kelas teri yang kejahatannya paling Rp 5-10 juta. Butuh untuk nampung dengan menggunakan KTP palsu,” jelasnya.
Selain itu juga potensi menggunakan KTP palsu untuk menggunakan data orang lain saat meminjam di layanan pinjaman online. Serta sehubungan dengan eHAC apabila data bocor, skenarionya bisa menyebabkan penyebaran Covid-19 menjadi tinggi.
“Ini scenario, jadi misalnya data eHAC bocor misalnya ada wisatawan masuk ke Indonesia, dites Covid. Tes covid positif ada yg disalah server diubah negative. Orang itu yang tadinya tidak boleh masuk jadi boleh masuk. Itu kan serem akibatnya. Covid jadi tinggi penyebaran. Orang negative jadi positif jadi kesian dikarantina,” kata Alfons.
[Dexpert.co.id]
(Update dari:CNBC.com )