Jakarta – Penelitian menemukan konsentrasi Parasetamol yang cukup tinggi, di muara sungai Angke dan muara sungai Ciliwung Ancol keduanya di Teluk Jakarta. Hal ini pun meningkatkan kekhawatiran tentang risiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta.
Prof. Zainal Arifin salah satu peneliti dari BRIN yang terlibat mengatakan bahwa secara teori sumber sisa paracetamol yang ada di perairan teluk Jakarta dapat berasal dari tiga sumber. Pertama ekskresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan. Kedua, rumah sakit, dan ketiga, industri farmasi.
Penelitian ini juga menginvestigasi beberapa kontaminan air dari empat lokasi di Teluk Jakarta yakni Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing, serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah yakni Pantai Eretan.
“Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, memiliki potensi sebagai sumber kontaminan di perairan. Sedangkan sumber potensi dari rumah sakit dan industri farmasi dapat diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi optimal, sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai,” jelas Zainal pada siaran resmi, Senin (4/10/2021).
Zainal mengatakan sisa atau limbah obat-obatan atau farmasi memang seharusnya tidak ada di dalam air sungai dan air laut. Menurutnya pemerintah perlu melakukan penguatan regulasi tata kelola pengelolaan air limbah baik untuk rumah tangga, komplek apartemen, dan industri.
Sedangkan dalam pemakaian produk farmasi baik obat atau stimulan, masyarakat dinilai harus lebih bertanggung jawab, misalnya tidak membuang sisa obat sembarangan. Menurutnya saat ini belum ada petunjuk pembuangan sisa-sisa obat.
“Tugas setiap kita baik industri maupun masyarakat, untuk menjaga kesehatan manusia dan juga kesehatan lingkungan termasuk laut. Semua itu agar kita dapat hidup lebih bermakna,” ungkap Zainal.
Hasil penelitian menunjukkan, jika dibandingkan dengan pantai-pantai lain di belahan dunia, konsentrasi Paracetamol di Teluk Jakarta adalah relatif tinggi (420-610 ng/L) dibanding di pantai Brazil (34. 6 ng/L), pantai utara Portugis (51.2 – 584 ng/L).
Adapun mengenai bahaya Paracetamol tersebut terhadap lingkungan, peneliti BRIN lainnya, Wulan Koaguow mengaku belum mengetahui, dan perlu riset lebih lanjut. Meski demikian jika jika konsentrasinya selalu tinggi dalam jangka panjang maka bisa memberikan dampak buruk.
“Hal ini menjadi kekhawatiran kita karena memiliki potensi yang buruk bagi hewan-hewan laut. Hasil penelitian di laboratorium yang kami lakukan, menemukan bahwa pemaparan parasetamol pada konsentrasi 40 ng/L telah menyebabkan atresia pada kerang betina, dan reaksi pembengkakan. Penelitian lanjutan masih perlu dilakukan terkait potensi bahaya paracetamol atau produk farmasi lainnya pada biota-biota laut,” ungkap Wulan.
Meskipun memerlukan penelitian lebih lanjut, namun beberapa hasil penelitian di Asian Timur,seperti Korea Selatan menyebutkan bahwa zooplankton yang terpapar paracetamol menyebabkan peningkatan stress hewan, dan oxydative stress, yakni ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan sistem antioksidan, yang berperan dalam mempertahankan homeostasis.
[Dexpert.co.id]
(rah/rah)