Jakarta, Dexpert.co.id – Perkembangan Artificial Intelligence (AI) yang kian masif akhirnya membuat banyak korban berjatuhan. Salah satunya seorang penulis berusia 22 tahun bernama Sharanya Battacharya.
Sebelumnya, dia bekerja sebagai ghost writer dan copywriter untuk agensi solusi kreatif. Dia menghasilkan lebih dari US$240 per bulan (Rp 3,6 juta).
Namun, semuanya sirna saat ChatGPT, chatbot buatan OpenAI yang viral akhir tahun lalu, muncul. Akhir 2022, beban kerjanya berkurang hingga hanya menulis satu hingga dua tulisan per bulan.
Dia mengatakan perusahaannya tidak menjelaskan alasan beban kerjanya berkurang. Namun, kecurigaannya adalah perusahaan itu mulai menggunakan ChatGPT sebagai efisiensi biaya.
Dampak pengurangan pekerjaannya itu sangat terasa pada Battacharya. Penghasilannya merosot hingga 90% dari biasanya yang didapatkan.
Gajinya itu untuk kehidupan sehari-harinya bersama sang ibu, Bandana, yang menjual sari. Dengan penghasilan yang menurun, keluarga itu juga harus mengurangi biaya hidupnya.
“Kami harus memonitor berapa banyak makanan yang kami konsumsi dan tidak bisa lagi melakukan hal yang biasa dilakukan seperti pergi makan, kami hanya bisa melakukannya sekali dalam beberapa bulan saja,” ujar mahasiswa pascasarjana ilmu biologi di Indian Institute of Science Education and Research, dikutip dari NY Post, Kamis (3/8/2023).
Uang yang didapatkan akhirnya hanya bisa digunakan untuk menopang kebutuhan sehari-harinya. “Seperti makanan dan tagihan untuk memastikan kami bisa hidup dengan baik,” ungkapnya.
Bukan hanya gaji, pekerjaannya juga jadi tidak pasti. Sebab dia menghadapi potensi jadi pengangguran.
Nasib Bhattacharya juga dirasakan oleh sejumlah orang di dunia. Misalnya saja karyawan Google yang terancam PHK karena perusahaan akan mengawinkan AI dengan produk Assistant.
Sementara itu, karyawan Adobe khawatir kemunculan tools desain milik perusahaan. AI dikhawatirkan bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan.
Artikel Selanjutnya
ChatGPT Bawa Malapetaka, Ini 4 Bahaya AI Buat Manusia
(npb/npb)