Jakarta -Chief Technology & Product Officer PT Link Net Tbk (LINK) Edward Sanusi mengatakan seiring dengan perkembangan teknologi 5G dan peningkatan kebutuhan internet distribusi konten menjadi salah satu strategi. Dengan begitu Link Net tidak hanya dikenal untuk infrastruktur yang menggelar jaringan internet, tetapi juga distribusi konten.
“Kita ada arahan yang baru dengan konten, jadi kami juga akan menjadi distribusi konten. Bukan cuma menyediakan jalan, Internet Service Provider akan menjadi distribusi konten jadi bukan cuma infrastrukturnya,” kata Edward dalam Tech Conference 2021 CNBC Indonesia, Rabu (15/9/2021).
Dia mengatakan konten akan tetap menjadi yang utama terutama karena berkembangnya berbagai layanan steaming. Dari survei yang dilakukan Link Net, satu pelanggan bisa berlangganan pada lebih dari tiga layanan streaming.
“Kami melihat ke depan user butuh agregasi, karena makin mahal jika langganan semua. Kami berusaha agregasi ini, dan kami ada trial paket first plus yang kerjasama dengan OTT partner, seperti Catchplay, Viu dan Goplay dengan harga yang lebih murah. Bisa dibilang kami yang pertama menyediakan agregasi seperti ini,” ujarnya.
“Dibenak masyarakat Internet Service Provider seperti komoditas, salah satu cara kami memberikan yang beda adalah memberikan konten, suka tidak suka jaringan internet dibutuhkan untuk konten,” tambahnya.
Selain itu, Link Net memiliki kerja sama dengan berbagai provider penyedia konten dan membuka potensi kerja sama. Pihaknya pun memetakan kebiasaan konsumen untuk membuat agregasi yang lebih sesuai dengan pelanggannya.
“Kami punya kapabilitas untuk kerjasama dengan content provider. Kami tahu mana yang konsumen suka, Misalnya konsumen lebih banyak yang menggunakan Netflix, maka kami akan perlu kerjasama agar jaringannya efisien,” kata Edward.
Pihaknya pun fokus meningkatkan layanan internet seiring dengan peningkatan kebutuhan. Pasalnya, berbeda dengan sebelum pandemi, pelanggan kini tidak dapat menoleransi jaringan yang lambat karena aktivitas di rumah.
“Untuk mengetahui jaringan yang sedang bermasalah, kami berinovasi terus bagaimana cara kami menghadapi keluhan pelanggan. Misalnya dengan chat bot atau digital assistant untuk memetakan masalah yang dialami pelanggan. Kemudian sebagian dari Capex (capital expenditure) setiap tahunnya kami dedikasikan untuk maintenance, dan cara kita menghadapi complain pelanggan,” jelasnya.
Selain peningkatan kualitas dan kecepatan internet, masih ada tantangan yang dihadapi Link Net seperti rendahnya penetrasi home broadband di Indonesia dibandingkan negara lainnya. Edward mengatakan masih ada ruang untuk meningkatkan penggunaan home broadband dengan besarnya potensi pasar, namun terkendala infrastruktur.
Saat ini Link Net telah hadir di 23 kota di Indonesia, dan mayoritas masih di Pulau Jawa belum menyebar ke pulau lainnya. Dia mengungkapkan infrastruktur dan skala ekonomi menjadi salah satu isu dalam memperluas layanan internet.
“Ada 2,8 juta rumah yang siap terkoneksi tapi kami hanya bisa konversi pelanggan 30-40% dari potensi tersebut, dari sudut pandang lain artinya dua pertiga dari potensi tersebut tidak ter-utilisasi,” ujarnya.
[Dexpert.co.id]
(rah/rah)