Jakarta, Dexpert.co.id – Negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan Apple untuk memboyong seri iPhone 16 ke Tanah Air sepertinya sudah menemui titik terang.
Hal tersebut diungkap Menteri Investasi Rosan Roeslani saat bertemu media asing di ajang Davos, Swiss.
“Semoga dalam satu atau dua minggu, isu ini [investasi Apple] bisa terselesaikan,” kata Roslan kepada Bloomberg TV, dikutip dari Reuters, Kamis (23/1/2025),
Apple tak langsung merespons permintaan komentar.
Larangan penjualan seri iPhone 16 dikarenakan masa berlaku sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dimiliki Apple sudah habis. Pemerintah tidak bisa memperpanjang kontrak TKDN tersebut karena Apple belum merealisasikan komitmen investasinya secara penuh dari termin sebelumnya.
Apple masih memiliki utang komitmen investasi senilai US$10 juta atau Rp162 miliar dari periode 2020-2023 yang sejatinya jatuh tempo pada Juni 2023.
Dalam negosiasi terakhir, Apple menawarkan untuk membangun pabrik AirTag di Batam senilai US$1 miliar atau 16 triliun. Namun, nilai itu dinilai masih belum memenuhi syarat berkeadilan yang ditetapkan oleh Kementerian Perindustrian.
Pada Kamis (22/1) kemarin, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, sampai saat ini Kemenperin belum menerima revisi proposal dari Apple, dengan alasan masih memerlukan waktu untuk merevisi proposal tersebut.
Febri memperkirakan nilai investasi terakhir yang diajukan Apple untuk membangun pabrik AirTag di Batam kemungkinan tak sampai US$1 miliar seperti yang diumbar.
Pabrik AirTag itu diperkirakan bisa memasok sekitar 60% kebutuhan global dan mulai beroperasi pada 2026 mendatang. Fasilitas tersebut diprediksi akan menyerap sekitar 2.000 tenaga kerja.
“Berdasarkan assessment teknokratis kami, nilai riil investasi pabrik AirTag Apple di Batam hanya US$200 juta. Nilai ini tentu jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai investasi US$1 miliar dalam proposal yang disampaikan Apple kepada kami,” ungkap Febri.
Ia mengatakan, komponen proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku tidak bisa dimasukkan sebagai capex (capital expenditure) investasi.
Lebih lanjut, Febri menjelaskan nilai investasi diukur hanya dari capex yang terdiri dari pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi. Pihak Apple memasukkan pembelian bahan baku dalam capex investasi mereka, sehingga seakan-akan nilai investasinya mencapai US$1 miliar.
“Jika nilai investasi Apple sebesar US$1 miliar itu benar-benar untuk capex, seperti pembelian tanah, bangunan, dan mesin/teknologi, tentu lebih baik lagi. Bayangkan jumlah tenaga kerja yang bisa terserap dengan angka investasi US$1 miliar, tentu akan sangat besar sekali,” Febri menuturkan.
(fab/fab)
Next Article
iPhone 16 Mau Masuk RI, Pemerintah Kasih Syarat Ini