akarta – Sejumlah negara diketahui mengembangkan teknologi yang disebut Matahari buatan. Salah satunya China, yang bahkan sempat menciptakan rekor baru.
China mengembangkan teknologi dengan nama Experimental Advance Superconducting Tokamak (EAST). Mei lalu, EAST tercatat mencapai suhu 120 derajat celcius dalam 101 detik dan 160 juta celcius selama 20 detik.
Rekor ini memecahkan capaian sebelumnya yakni dengan suhu plasma 100 juta derajat celcius selama 100 detik.
China mengembangkan perangkat Tokamak itu di Hefei Institute of Physical Science of Chinese Academy of Scienes. Alat itu dirancang untuk meniru proses fusi nuklir seperti Matahari dan bintang-Bintan yang terjadi secara alami.
Tujuannya adalah menyediakan energi bersih yang hampir tidak terbatas, dengan menggunakan fusi nuklir terkontrol atau disebut sebagai Matahari Buatan.
Li Miao, Direktur departemen fisika Universitas Sains dan Teknologi Selatan di Shenzhen, mengatakan hasil tersebut menjadi tonggak pencapaian tujuan menjaga suhu di tingkat yang stabil pada waktu yang lama.
“Terobosan ini adalah kemajuan yang signifikan, dan tujuan akhir harus menjaga suhu pada tingkat yang stabil untuk waktu yang lama,” kata Li Miao dikutip dari Global Times, Kamis (23/9/2021). Capaian berikutnya yang dibidik adalah menjaga stabilitas selama satu minggu atau lebih.
Energi dari fusi nuklir ini disebut sebagai energi yang handal dan bersih. Lin Boqiang, Direktur Pusat Penelitian Ekonomi Energi China di Universitas Xiamen mengatakan teknologi itu diterapkan secara komersial maka bisa memiliki manfaat ekonomi yang besar.
Dia menambahkan teknologi ini masih dalam tahap percobaan, jadi membutuhkan waktu 30 tahun untuk teknologi dapat keluar dari laboratorium. “Ini lebih seperti teknologi masa depan yang sangat penting untuk dorongan pembangunan hijau China,” jelasnya.
Sebagai informasi, EAST adalah bagan dari fasilitas Reaktor Eksperimental Termonuklir Internasional (ITER) yakni proyek sains besar global kedua setelah Stasiun Luar Angkasa Internasional dari segi ukuran. Kabarnya proyek sedang dibangun oleh China, Uni Eropa, India, Jepang, Korea Selatan, Rusia dan AS.
Keberhasilan proyek ini penting bagi penggunaan fusi aman internasional di masa depan. Fasilitas itu dikerjakan oleh 400 ilmuwan dan insinyur dan terdapat sistem vakum, sistem gelombang RF, sistem hamburan laser dan sistem microwave di dalamnya.
Bukan Hanya China
Namun bukan hanya China yang membuat Matahari buatan itu. Ada sejumlah negara maju lainnya misalnya Inggris, Amerika Serikat, Korea Selatan dan Perancis.
Negara-negara tersebut beralasan Matahari Buatan ini demi keperluan energi bersih serta tak bergantung lagi pada energi fosil. Energi dari bahan bakar fusi diperkirakan bisa lebih banyak dari energi fosil.
Selain itu energi fusi disebut empat kali lebih dari dari reaksi fusi yang dihasilkan oleh reaktor nuklir.
Fusi juga bisa menghasilkan energi yang disesuaikan pada permintaan dan tidak terpengaruh oleh cuaca. Melansir situs ITER, selama ada unsur hidrogen maka reaksi fusi bisa tetap dilakukan.
Dengan begitu energi tersebut berbeda dengan pembangkit energi ramah lingkungan lain, sebab dipengaruhi oleh pasokan sumber energi seperti surya, air dan angin.
Reaksi fusi juga diklaim tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca. Artinya lebih ramah lingkungan dan juga hanya mengeluarkan zat buangan seperti helium yang tidak berbahaya. General Fusion menyebut fusi tidak menghasilkan gas rumah kaca yang merusak atmosfer.
Selain itu tim ITER mengatakan reaksi fusi juga lebih aman dan kemungkinan bocor sangat minim. Limbah kebocoran juga punya waktu pelebaran lebih singkat jadi kecelakaan nuklir seperti di Fukushima kemungkinan kecil bisa terjadi.
[Dexpert.co.id]
(Update dari:CNBC.com )