Jakarta, Dexpert.co.id – Para pesohor media sosial atau kerap disebut ‘influencer’ mendapat bayaran melimpah menjelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS).
Tim kampanye Donald Trump dari Republik dan Kamala Harris dari Demokrat ternyata mengeluarkan banyak uang untuk menjadikan para influencer tersebut sebagai buzzer politik.
Bahayanya, publik tak diberi tahu secara transparan bahwa orang-orang yang mereka ikuti di platform online dibayar untuk mendukung kandidat tertentu.
Pasalnya, postingan itu tak serta-merta diberikan keterangan ‘berbayar’, menurut laporan The Washington Post.
Data dari Billion Dollar Boy and Censuswide menunjukkan 39% kreator di AS didekati untuk menciptakan konten politik berbayar. Tujuannya agar audiens termotivasi untuk menggunakan hak suaranya demi memenangkan kandidat tertentu, menurut EMarketer.
Dikutip dari WCBM, kedua kandidat pada Pilpres AS kali ini sangat bergantung pada kampanye di media sosial.
Harris memanfaatkan video dan meme viral, sementara Trump menggunakan TikTok dan Truth Social untuk berkampanye.
Pada Agustus lalu, Trump dan miliarder Elon Musk menggelar wawancara di platform X dan disaksikan lebih dari 25 juta kali dari awal hingga akhir.
Menurut The Washington Post, tim kampanye Harris telah mengeluarkan uang US$500.000 (Rp 7,8 miliar) ke firma Good Influence dan People First Marketing untuk menyebarkan kampanyenya melalui para buzzer.
Selanjutnya, Komite Kongres Republik Nasional juga menghabiskan US$500.000 untuk Creator Grid Inc. Dalam lamannya, tertulis firma itu “menghubungkan kandidat-kandidat Republik dengan influencer konservatif paling kuat di internet”.
Komite Nasional Demokrat dan kampanye Harris juga sejak Maret 2023 telah membayar hingga US$4 juta (Rp 62,9 miliar) untuk Village marketing Agency. Firma tersebut dikatakan juga mengembangkan kampanye pemasaran berbasis influencer untuk Netflix, SoulCycle, dan Anheuser-Busch.
Turning Point USA yang merupakan kelompok relawan muda Trump yang didanai Charlie Kirk, sudah mengumpulkan US$3 juta (Rp 47,2 miliar) sejak 2023, menurut keterbukaan pemilu federal. Kelompok relawan muda itu juga menjalankan program influencer online.
Beberapa pejabat mengatakan harus ada transparansi dalam kampanye yang dilakukan para kandidat di ranah online.
“Para influencer yang mempromosikan brand odol dan brand lainnya, wajib memberi tahu bahwa konten mereka berbayar,” kata Ellen Weintraub, salah satu dari tiga perwakilan Demokrat di Komisi Pemilu Federal.
“Kita harus memberlakukan kewajiban serupa untuk influencer yang mendukung kandidat politik,” ia menambahkan.
(fab/fab)