Jakarta – Virus Covid-19 varian Delta kini menjadi mutasi corona yang menjangkiti penduduk Bumi. Seberapa bahaya Varian Delta?
Menteri Kesehatan New South Wales (NSW) Brad Hazzard mengatakan varian Delta merupakan virus dengan kemampuan penularan yang lebih kuat dari beberapa Covid-19 terdahulu. Virus ini dapat ditularkan secara langsung oleh seseorang yang terinfeksi kepada orang-orang di sekitarnya.
“Ini adalah virus yang sangat mampu menular, bahkan ketika kita memiliki jarak yang dekat antara individu yang menularkan dan siapa pun dari kita yang mungkin lewat,” ujarnya dalam sebuah konferensi pers pada Juni lalu, dikutip Senin (13/9/2021).
“Mereka bertemu tidak lebih dari beberapa detik di suatu tempat dalam kisaran antara 10 dan mungkin 50-60 sentimeter jauhnya dalam situasi yang hanya lewat,” lanjutnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan varian Delta bisa membuat saturasi oksigen menurun secara cepat. Berdasarkan riset, varian itu bisa memperbesar peluang orang yang terpapar menjadi masuk ke rumah sakit karena saturasi turun.
“Varian Delta ini sangat cepat buat turun saturasi (kadar oksigen di dalam darah),” ungkap Luhut.
Kandidat PhD di bidang kedokteran Kobe University dr. Adam Prabata menerangkan varian Delta terbukti menurunkan kemampuan penetralisir antibodi. Artinya ada kemungkinan orang yang pernah terinfeksi varian Delta sebelumnya bisa terinfeksi kembali. Varian Delta berpotensi meningkatkan risiko reinfeksi.
Adapun Andrew Freedman,ahli penyakit menular di Cardiff University School of Medicine menuduh varian Delta sebagai penyebab meningkatnya infeksi Covid-19 pada mereka yang sudah divaksin penuh dua dosis.
“Kami tahu vaksin hanya sebagian efektif mencegah orang tertular dari varian delta, namun lebih efektif untuk melindungi dari penyakit parah, rawat inap, dan kematian. Individu yang mendapatkan vaksin lengkap sebagian besar hanya mengalami gejala ringan saattertular, meskipun sebagian kecil terutama orang lebih tua dan lebih lemah mengalami penyakit lebih parah,” jelas Andrew Freedman.
[Dexpert.co.id]
(Update dari:CNBC.com )